Kamis, 08 Mei 2014

Tulisan 6 - Terapan Komputer Perbankan (Softkill)

GITA PUTRI AZIZA
33111088
3DB16


Merdeka.com - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 2,39 triliun pada kuartal I-2014, tumbuh 15,6 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 2,07 triliun. Laba tersebut didorong pendapatan bunga (net interest income) sebesar Rp 5,29 triliun, tumbuh 23,2 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 4,29 triliun.
Direktur Utama BNI Gatot M Suwono mengatakan perseroan tetap dapat mencetak laba bersih yang cukup signifikan di tengah tren perlambatan kredit perbankan Indonesia. Pertumbuhan kredit BNI mencapai Rp 247,12 triliun. "Tumbuh 23,3 persen ketimbang periode sama tahun lalu sebesar Rp 200,50 triliun," ujarnya saat Paparan Publik Kuartal I-2014, Jakarta, Selasa (29/4).
Perseroan tetap dapat mempertahankan Net Interest Margin (NIM) di posisi 6,1 persen. Sementara NPL gross turun dari 2,8 persen menjadi 2,3 persen, NPL nett dari 1 persen menjadi 0,6 persen.
"Gross NPL mengalami tren positif karena sesuai prinsip kehati-hatian, rasio pencadangan (coverage ratio) dari 123,1 persen menjadi 128,2 persen pada kuartal I 2014," jelas dia.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 12,8 persen dari Rp 242,93 triliun menjadi Rp 273,97 triliun. Dengan kondisi ini, perseroan mencatat Loan to Deposit Ratio (LDR) naik dari 82,6 persen menjadi 88,4 persen.
Dana-dana murah perseroan (CASA) juga naik 10,7 persen menjadi Rp 17,3 triliun. Dana murah tersebut mendominasi 65,3 persen dari total DPK pada kuartal I 2014.
"Kami dapat mempertahankan dana murah, sekitar 65-68 persen sehingga dapat menjaga NIM kami di 23,2 persen," jelas dia.

OPINI :
Laba BNI yang terus meningkat pasti akan berdampak positif untuk kemajuan negara Indonesia sendiri. oleh sebab itu kegiatannya harus selalu didukung penuh oleh pemerintah, selain itu laporannya juga harus jelas. Jangan sampai disalah gunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.

Sumber : http://www.merdeka.com/uang/kuartal-i-2014-bni-catat-laba-bersih-rp-239-triliun.html

Tulisan 5 - Terapan Komputer Perbankan (Sofkill)

GITA PUTRI AZIZA
33111088

3DB16

Merdeka.com - PT Bank Negara Indonesia masih memantau empat institusi jasa keuangan untuk di akuisisi. Lembaga keuangan yang diakuisisi nanti harus bebas dari konflik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BNI Gatot Suwondo, di Jakarta, Selasa (29/4).
"Untuk akuisisi kita lihat dulu, kita ada empat perusahaan ini sedang kita lihat," katanya.
Gatot tidak mengungkapkan lebih jauh identitas empat perusahaan yang dimaksud. Dia hanya mengisyaratkan pihaknya bakal mengakuisisi perbankan kelas menengah atas yang fokus ke bisnis mikro.
"Kalau kita ambil bank kecil, jangka pendeknya bagaimana?" kata Gatot
Dia mengaku tidak tertarik untuk membeli Bank Mutiara dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Soalnya, eks Bank Century itu masih menyimpan persoalan politik warisan masa lalu.
"Kami harus melihat-lihat kondisi, apalagi Bank Mutiara tidak bisa lepas dari masalah politik sehingga pasti ada dampak politis kalau kita akuisisi," ujarnya.

OPINI :
Langkah akuisisi nampaknya cukup efisien untuk kemajuan Bank Negara Indonesia (BNI). Akan tetapi keputusan ini masih harus di timbang dan perlu pemikiran yang  sangat tepat dan panjang untuk menentukan bank mana yang akan di akuisisi oleh BNI.

Sumber :  http://www.merdeka.com/uang/bni-pantau-4-institusi-keuangan-untuk-dicaplok.html

Tulisan 4 - Terapan Komputer Perbankan (Softkill)

GITA PUTRI AZIZA
33111088
3DB16

Merdeka.com - Pengamat perbankan Ryan Kiryanto menyebut saat ini perbankan Indonesia dilanda obesitas. Pasalnya, ada 120 bank yang kini tengah beroperasi di Indonesia.

Penyakit ini akan membuat industri perbankan tak sehat karena tidak bisa efisien. Selain itu, segmentasi perbankan di Indonesia juga tidak jelas dan teratur.

Kondisi seperti ini diakui sangat berat jika Indonesia memasuki pasar bebas ASEAN pada 2020 mendatang. Ryan membandingkan dengan Singapura yang hanya memiliki tiga bank dan Malaysia 38 bank.

"Kita sudah overbank, Singapura 3 bank, Malaysia ada 37 atau 38 bank. Dari sisi regulasi maupun supervisi ini berat. 1 Januari 2016 kita memasuki pasar bebas ASEAN dan untuk perbankan 2020. Kalau small bank (bank kecil) itu harus berkompetisi dengan DBS dari Singapura maka tidak akan kuat," ucap Ryan dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (3/5).

Ryan meminta kepada lembaga pengawas sektor jasa keuangan yaitu OJK untuk membuat roadmap atau blue print perbankan ke depan. OJK bisa saja melakukan konsolidasi perbankan seperti merger dan akuisisi.

"Jika tidak, size perbankan Indonesia akan kalah dari bank tetangga. Singapura dan Malaysia serta Thailand. Sekarang saja size bank mereka mengalahkan bank di Indonesia dengan aset terbesar Rp 800 triliun," tegasnya.

Cara lain untuk menyehatkan perbankan Indonesia adalah dengan membuat capital planning atau rencana keuangan jangka panjang. Penambahan modal harus dilakukan dengan cara organik maupun anorganik.

"Tapi kalau organik dengan menambah modal dari laba bersih itu lama. Cara paling tepat adalah anorganik growth dengan bergabung, konsolidasi merger atau akuisisi serta mengundang strategic partner," tambahnya.

Namun demikian, ketika ditanya mengenai akuisisi BTN oleh Mandiri Ryan enggan berkomentar lebih banyak. Menurutnya, perbankan di Indonesia memang harus sudah dikurangi.

"Secara industri maupun individual bank harus menyusun rencana ke depan. Saya tidak bicara mengenai BTN dan Mandiri, tapi bank bank di Indonesia. Pemilik saham harus dapat dana segar dengan konsolidasi bank," tutupnya.

OPINI :
Untuk mencegah masalah obisitas yang terjadi di dunia perbankan seharusnya tidak lah perlu terlalu banyak perusahaan perbankan di Indonesia karena akan membuat industri perbankan tak sehat karena tidak bisa efisien. Selain itu, segmentasi perbankan di Indonesia juga tidak jelas dan tidak akan teratur.

Sumber : http://www.merdeka.com/uang/ada-120-bank-beroperasi-perbankan-nasional-alami-obesitas.html

Tulisan 3 - Terapan Komputer Perbankan (Softkill)

GITA PUTRI AZIZA
33111088
3DB16


Merdeka.com - PT Bank Tabungan Negara (Persero) membantah pernah mendapatkan sanksi atas ketidakberesan laporan keuangan. Ini menyusul temuan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia (BI) mengenai tidak terpenuhinya perhitungan kolektibilitas kredit macet yang direstrukturisasi.
"Kami belum mendapatkan konfirmasi dari pihak BI maupun OJK terkait melakukan kredit macet itu," ujar Direktur Utama BTN Maryono, Jakarta, Senin (5/5).
Kendati demikian, diungkapkannya, kasus tersebut tak berpengaruh sepenuhnya terhadap ketidaklulusan anggota direksi BTN dalam fit and proper saat itu. "Yang jelas akhir 2013 kami sudah menjelaskan kepada OJK," tegas dia.
Menurut Maryono, pihaknya bertekad menurunkan rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) yang saat ini mencapai 3 persen. Adapun rasio kredit macet untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP) sebesar 1,5 persen.
"Mudah-mudahan di akhir tahun angka kredit macet BTN bisa ditekan di angka 2,6 persen. Soal NPL ini pemeriksaan sudah selesai di 2013 tinggal kita melakukan perbaikan. Kita akan berusaha menurunkan NPL," ungkapnya.
Dia menjelaskan, tingginya kredit macet disebabkan mayoritas debitur berasal dari Masyarakat Berpengahsilan Rendah (MBR).
"KPR kita kan yang untuk rumah bersubsidi itu adalah yang gajinya pas-pasan sekitar Rp 3,5 juta - 5 juta per bulan. Terlebih musim hujan kredit macet tinggi karena mereka yang MBR lebih ke kebutuhan primer sehingga triwulan I kredit melambat."

OPINI :
Penyebab utama terjadinya kredit macet adalah disebabkan karna BTN menyediakan kredit rumah untuk masyarakat menengah kebawah. Tetapi pihak BTN akan terus berupaya untuk menekan kasus kredit macet tersebut. Oleh sebab itu tidak perlu ada sanksi dari ihak BI, karena pihak BTN terus berupaya menekan kredit macet dan seharusnya pihak pemerintah juga ikut turun tangan apa bila terjadi permasalahan seperti ini.

Sumber : http://www.merdeka.com/uang/btn-bantah-kena-sanksi-lantaran-kredit-macet.html

Tulisan 2 - Terapan Komputer Perbankan (Softkill)

GITA PUTRI AZIZA
33111088

3DB16


Merdeka.com - PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) bakal menjaga rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) di kisaran angka 23-24 persen. Pada triwulan I-2014 CAR perseroan sekitar 24 persen, naik ketimbang periode sama tahun lalu sebesar 22,7 persen.
Direktur Keuangan BTPN Arief Harris mengatakan, CAR BTPN jauh di atas ketentuan Bank Indonesia (BI) sebesar 8 persen. Namun modal inti perseroan relatif kecil. "Baru Rp 10 triliun," kata Arief di Bursa Efek Indonesia, Kamis (8/5).
Menurutnya, perbankan wajib untuk menambah kekuatan modal. Mengingat Indonesia rentan di hantam krisis ekonomi.
"Bank itu harus punya modal yang kuat. Kita ingin bank ini dijalankan dengan permodalan yang kuat. Beberapa kali krisis melanda. Kalau terjadi apa-apa kita punya modal untuk melewatinya," jelas Arief.
Sepanjang triwulan I-2014, penyaluran kredit BTPN meningkat 14 persen menjadi Rp 47 triliun dari periode sama 2013 yang sebesar Rp 41 triliun. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross sebesar 0,7 persen, naik tips ketimbang sebelumnya yang tercatat sebesar 0,66 persen.


OPINI :
Untuk mencegah krisis ekonomi yang sewaktu-waktu dapat terjadi pada Indonesia, maka Tambahan modal sangat dibutuhkan oleh BTPN.


sumber :  http://www.merdeka.com/uang/btpn-jaga-rasio-kecukupan-modal-2014-di-level-24-persen.html